Kamis, 17 Juli 2014

Suwarni, Sosok Di Balik Terciptanya Alat Penyembuh Kanker Payudara

Posted by Blogger Name. Category:

Berikut Kami akan menceritakan Sosok Suwarni yang menginspirasi ilmuwan UI untuk menciptakan alat terapi kanker payudara, yang berhasil menyembuhkan penyakit yang dideritanya.
SUWARNI, 50, beberapa kali tersenyum menyaksikan polah tingkah cucu perempuannya yang tengah asyik bermain dengan sepedanya. Perempuan berjilbab itu juga terlihat sehat dan bahagia.   Untuk ukuran perempuan setengah baya, Suwarni tergolong masih energik. Padahal, perempuan berkacamata itu adalah salah seorang survivor kanker payudara.   Namun, tidak seperti survivor kanker payudara pada umumnya yang bisa sembuh atas bantuan dokter. Suwarni yang pernah mengidap kanker payudara stadium IV berhasil sembuh total berkat temuan adik kandungnya, ilmuwan Universitas Indonesia (UI) Warsito P. Taruno. “Adik saya itu benar-benar malaikat penolong saya. Benar-benar mukjizat ini,” ujar Suwarni saat ditemui di kediamannya, kawasan Triyagan, Mojolaban, Sukoharjo (31/12).   Suwarni mengaku shock saat mengetahui dirinya menderita kanker. Sebab, gaya hidup dan pola makannya cukup sehat. Apalagi, dia tinggal di daerah pinggir kota yang jauh dari polusi kendaraan.   Ibu tiga anak itu mulai merasakan gejala penyakit ganas tersebut pada pertengahan 2009. Dia menuturkan, secara tidak sengaja, payudaranya terbentur kaca spion motor. Benturan itu tidak keras, namun rasa sakit yang dirasakan cukup hebat. Meski begitu, dia memilih membiarkan hal tersebut.   Rasa sakit itu kembali timbul saat payudaranya tidak sengaja terkena kepala cucu. Sekali lagi, Suwarni merasakan sakit yang luar biasa.
Seperti sebelumnya, dia memilih mengabaikan rasa sakit tersebut hingga akhirnya dia melihat perubahan pada tekstur payudaranya. Puting payudaranya tiba-tiba terdorong ke dalam. “Di bawahnya juga ada benjolan,” kenang perempuan kelahiran 23 Juli 1961 itu.   Suwarni menunjukkan perubahan tersebut kepada suaminya. Sang suami langsung memaksa dia untuk memeriksakan diri. Suwarni menurut.   Pada 4 Februari 2010, Suwarni memeriksakan diri ke Rumah Sakit Umum dr Moewardi, Solo. Menurut istri Suparjo itu, saat dirinya menjelaskan gejala-gejala yang dialami, sang dokter langsung tahu bahwa dirinya menderita kanker payudara stadium IV. Dengan kata lain, kondisi Suwarni sudah parah. Dokter yang menangani Suwarni adalah seorang dokter spesialis onkologi ternama di Solo, yakni dr Djoko Dlidir SpBOnk.   Mendengar keterangan dokter tersebut, Suwarni langsung shock. “Saya sampai gemetar,” kata Suwarni dengan mata memerah. Sebab, lanjut dia, selama ini dirinya tidak pernah menderita penyakit berat. Setelah itu, dia menjalani serangkaian tes di laboratorium. Sepulang dari rumah sakit, Suwarni memberanikan diri memberi tahu anak-anaknya.    Semua menangis mengetahui kondisi ibunya. Keesokan harinya dia kembali menemui dokter. Namun, Suwarni diharuskan kembali melakukan pemeriksaan laboratorium. “Sebab, sebelumnya ada yang salah,” katanya.   Berselang dua hari kemudian, nenek dua cucu itu kembali memeriksakan diri. Melihat kondisi Suwarni, dokter memutuskan melakukan operasi sehari kemudian.   Dua minggu pascaoperasi, Suwarni merasa lega. Dia mulai beraktivitas seperti biasa. Berdasar hasil pengangkatan sel kanker, dokter mendeteksi bahwa kanker tersebut termasuk ganas. Karena itu, Suwarni diharuskan untuk melakukan kemoterapi.
Namun, dia ragu. Padahal, seluruh keluarganya mendukung dia agar melakukan kemoterapi. “Karena waktu saya tanya, dokternya ternyata tidak berani jamin saya bisa sembuh jika kemoterapi. Sebab, itu cuma nunda. Apalagi, biayanya mahal, hampir Rp 20 juta sekali kemoterapi,” jelasnya.   Awalnya Suwarni hanya memberi tahu kakak perempuannya yang berada di Jakarta. “Kakak perempuan saya terus cerita ke Warsito. Saya ndak berani cerita ke Warsito karena saya takut ngganggu,” jelasnya. Begitu tahu sang kakak menderita kanker, Warsito langsung menelepon Suwarni.   Suwarni juga sempat menanyakan harapan hidup dirinya kepada dokter. Menurut dokter yang merawatnya, dia hanya memiliki waktu paling lama dua tahun ke depan. Mendengar itu, Suwarni memberanikan diri curhat kepada sang adik, Warsito.
“Dia bilang, Yu (Mbak -panggilan Warsito kepada Suwarni, Red) ndak usah mikir macem-macem. Jangan malah banyak pikiran. Yang penting makan yang banyak,” ujar Suwarni menirukan ucapan adiknya yang enam tahun lebih muda darinya itu.   Sekitar tiga bulan kemudian, sang adik kebetulan ada kunjungan ke Jogjakarta bersama Menristek, kala itu, Suharna Surapranata. Sebagai informasi, hingga kini Warsito adalah staf khusus Kemenristek. Ternyata, dalam kurun waktu tiga bulan setelah mendengar curhat sang kakak, Warsito menciptakan alat terapi kanker payudara khusus untuk kakaknya.
Alat yang bentuknya mirip penutup dada berwarna hitam itu diantarkan langsung ke rumah Suwarni oleh staf Warsito. “Sementara dia kasih instruksi lewat telepon. Ya dia bilang, Yu ini harus dipakai 24 jam, tapi jangan kena air,” ungkapnya.
Setelah mendapat alat tersebut, keesokan harinya Suwarni kembali mendatangi dokter. Dia menunjukkan alat tersebut. Sang dokter meminta Suwarni melakukan pemeriksaan di laboratorium setelah pemakaian alat tersebut selama sebulan.
Sebulan berlalu, Suwarni melakukan tes dan menyerahkan hasilnya kepada dokter itu. Sang dokter pun mengakui, hasil tes tersebut menyatakan penyakit kanker payudaranya sudah negatif. Meski begitu, sang dokter tetap meminta Suwarni terus memeriksakan diri.
Sesuai dengan arahan dokter, sebulan berikutnya Suwarni yang rutin menggunakan alat tersebut sekali lagi melakukan tes di laboratorium. Seperti sebelumnya, dia membawa hasil tes tersebut kepada dokter. “Bulan berikutnya saya checkup lagi. Pas dokternya lihat hasil lab-nya, dia lihat lama sekali, kira-kira seperempat jam. Lalu, dia bilang, alhamdulillah, ini mukjizat buat Ibu, sudah bersih ini,” ujar Suwarni.   Mendengar jawaban sang dokter, Suwarni pun merasa lega bukan main. Meski begitu, dia tetap rutin melakukan pemeriksaan di laboratorium. Hingga Desember 2011, Suwarni masih melakukan pemeriksaan. Hasil pemeriksaan tersebut selalu dikirimkan kepada sang adik.
“Saya kirim ke dia semuanya. Dia terus pantau apa sel kankernya ada lagi atau ndak dan, alhamdulillah, sampai sekarang ndak ada,” jelasnya.   Selain sel kanker, penyakit-penyakit lainnya ternyata membaik. Suwarni menyebutkan, dirinya juga memiliki tekanan darah tinggi dan asam urat. Namun, setelah menggunakan alat tersebut, tekanan darahnya mulai normal.
Kesembuhan Suwarni itu pun mengagetkan Warsito. Karena itu, dia ingin mendalami lebih jauh alat temuannya tersebut. Bahkan, sang kakak pernah diundang ke kantornya untuk memberikan testimoni kepada kalangan medis internasional yang tertarik dengan temuannya itu.
“Saya pernah dipertemukan sama orang India yang tinggal di Malaysia dan orang Singapura. Mereka tertarik sama alatnya adik saya,” katanya.   Dengan keberhasilan sang adik tersebut, Suwarni berharap agar banyak perempuan pengidap kanker payudara seperti dirinya bisa disembuhkan. Memang, selain mengandalkan temuan sang adik, Suwarni menerapkan hidup yang benar-benar sehat. Dia memperbanyak berolahraga dan mengonsumsi sayur serta buah-buahan.   Hingga kini, Suwarni masih memakai alat tersebut, namun hanya 12 jam sehari. “Tapi, kadang ya tidak saya pakai,” imbuh dia.   Sementara itu, dr Djoko Dlidir SpBOnk mengaku tidak ingat pernah menangani pasien bernama Suwarni. Menurut dr Djoko, dirinya menangani ribuan pasien kanker payudara yang berasal dari berbagai daerah di Indonesia. “Waduh, saya ndak ingat ya. Kalau ndak lihat rekam medisnya, saya ndak ingat detailnya,” jelasnya ketika ditemui di Hotel Lor In, Solo, Sabtu malam (31/12).
Namun, menurut onkolog ternama di Kota Solo itu, dirinya tidak pernah memvonis negatif hasil tes kanker payudara pasiennya. Sebab, menurut dia, sel kanker bisa saja tumbuh, bahkan setelah belasan tahun. “Saya ndak pernah bilang negatif, tetap harus kontrol. Sebab, pasien yang sudah sebelas tahun bersih bisa tumbuh lagi kok,” imbuh dia.   Meski begitu, dia sangat mengapresiasi upaya yang dilakukan Warsito. Menurut dia, yang terpenting adalah kesembuhan pasien. “Kami kalangan medis tidak masalah dengan adanya penemuah-penemuan seperti itu. Itu justru membantu sekali. Kan yang paling penting adalah pasien itu sembuh,” katanya.

Baca Juga :

0 komentar:

Posting Komentar

◄ Posting Baru Posting Lama ►
 

Footer1

FOOTER 2

Footer 3