Posted by Blogger Name. Category:
gejala kanker payudara
Berikut Kami akan menceritakan Sosok Suwarni yang menginspirasi ilmuwan UI untuk menciptakan alat terapi kanker payudara, yang berhasil menyembuhkan penyakit yang dideritanya.
SUWARNI, 50, beberapa kali tersenyum menyaksikan polah tingkah cucu
perempuannya yang tengah asyik bermain dengan sepedanya. Perempuan
berjilbab itu juga terlihat sehat dan bahagia. Untuk ukuran perempuan
setengah baya, Suwarni tergolong masih energik. Padahal, perempuan
berkacamata itu adalah salah seorang survivor kanker payudara. Namun,
tidak seperti survivor kanker payudara pada umumnya yang bisa sembuh
atas bantuan dokter. Suwarni yang pernah mengidap kanker payudara
stadium IV berhasil sembuh total berkat temuan adik kandungnya, ilmuwan
Universitas Indonesia (UI) Warsito P. Taruno. “Adik saya itu benar-benar
malaikat penolong saya. Benar-benar mukjizat ini,” ujar Suwarni saat
ditemui di kediamannya, kawasan Triyagan, Mojolaban, Sukoharjo (31/12).
Suwarni mengaku shock saat mengetahui dirinya menderita kanker. Sebab,
gaya hidup dan pola makannya cukup sehat. Apalagi, dia tinggal di daerah
pinggir kota yang jauh dari polusi kendaraan. Ibu tiga anak itu mulai
merasakan gejala penyakit ganas tersebut pada pertengahan 2009. Dia
menuturkan, secara tidak sengaja, payudaranya terbentur kaca spion
motor. Benturan itu tidak keras, namun rasa sakit yang dirasakan cukup
hebat. Meski begitu, dia memilih membiarkan hal tersebut. Rasa sakit
itu kembali timbul saat payudaranya tidak sengaja terkena kepala cucu.
Sekali lagi, Suwarni merasakan sakit yang luar biasa.
Seperti sebelumnya, dia memilih mengabaikan rasa sakit tersebut
hingga akhirnya dia melihat perubahan pada tekstur payudaranya. Puting
payudaranya tiba-tiba terdorong ke dalam. “Di bawahnya juga ada
benjolan,” kenang perempuan kelahiran 23 Juli 1961 itu. Suwarni
menunjukkan perubahan tersebut kepada suaminya. Sang suami langsung
memaksa dia untuk memeriksakan diri. Suwarni menurut. Pada 4 Februari
2010, Suwarni memeriksakan diri ke Rumah Sakit Umum dr Moewardi, Solo.
Menurut istri Suparjo itu, saat dirinya menjelaskan gejala-gejala yang
dialami, sang dokter langsung tahu bahwa dirinya menderita kanker
payudara stadium IV. Dengan kata lain, kondisi Suwarni sudah parah.
Dokter yang menangani Suwarni adalah seorang dokter spesialis onkologi
ternama di Solo, yakni dr Djoko Dlidir SpBOnk. Mendengar keterangan
dokter tersebut, Suwarni langsung shock. “Saya sampai gemetar,” kata
Suwarni dengan mata memerah. Sebab, lanjut dia, selama ini dirinya tidak
pernah menderita penyakit berat. Setelah itu, dia menjalani serangkaian
tes di laboratorium. Sepulang dari rumah sakit, Suwarni memberanikan
diri memberi tahu anak-anaknya. Semua menangis mengetahui kondisi
ibunya. Keesokan harinya dia kembali menemui dokter. Namun, Suwarni
diharuskan kembali melakukan pemeriksaan laboratorium. “Sebab,
sebelumnya ada yang salah,” katanya. Berselang dua hari kemudian,
nenek dua cucu itu kembali memeriksakan diri. Melihat kondisi Suwarni,
dokter memutuskan melakukan operasi sehari kemudian. Dua minggu
pascaoperasi, Suwarni merasa lega. Dia mulai beraktivitas seperti biasa.
Berdasar hasil pengangkatan sel kanker, dokter mendeteksi bahwa kanker
tersebut termasuk ganas. Karena itu, Suwarni diharuskan untuk melakukan
kemoterapi.
Namun, dia ragu. Padahal, seluruh keluarganya mendukung dia agar
melakukan kemoterapi. “Karena waktu saya tanya, dokternya ternyata tidak
berani jamin saya bisa sembuh jika kemoterapi. Sebab, itu cuma nunda.
Apalagi, biayanya mahal, hampir Rp 20 juta sekali kemoterapi,” jelasnya.
Awalnya Suwarni hanya memberi tahu kakak perempuannya yang berada di
Jakarta. “Kakak perempuan saya terus cerita ke Warsito. Saya ndak berani
cerita ke Warsito karena saya takut ngganggu,” jelasnya. Begitu tahu
sang kakak menderita kanker, Warsito langsung menelepon Suwarni.
Suwarni juga sempat menanyakan harapan hidup dirinya kepada dokter.
Menurut dokter yang merawatnya, dia hanya memiliki waktu paling lama dua
tahun ke depan. Mendengar itu, Suwarni memberanikan diri curhat kepada
sang adik, Warsito.
“Dia bilang, Yu (Mbak -panggilan Warsito kepada Suwarni, Red) ndak
usah mikir macem-macem. Jangan malah banyak pikiran. Yang penting makan
yang banyak,” ujar Suwarni menirukan ucapan adiknya yang enam tahun
lebih muda darinya itu. Sekitar tiga bulan kemudian, sang adik
kebetulan ada kunjungan ke Jogjakarta bersama Menristek, kala itu,
Suharna Surapranata. Sebagai informasi, hingga kini Warsito adalah staf
khusus Kemenristek. Ternyata, dalam kurun waktu tiga bulan setelah
mendengar curhat sang kakak, Warsito menciptakan alat terapi kanker
payudara khusus untuk kakaknya.
Alat yang bentuknya mirip penutup dada berwarna hitam itu diantarkan
langsung ke rumah Suwarni oleh staf Warsito. “Sementara dia kasih
instruksi lewat telepon. Ya dia bilang, Yu ini harus dipakai 24 jam,
tapi jangan kena air,” ungkapnya.
Setelah mendapat alat tersebut, keesokan harinya Suwarni kembali
mendatangi dokter. Dia menunjukkan alat tersebut. Sang dokter meminta
Suwarni melakukan pemeriksaan di laboratorium setelah pemakaian alat
tersebut selama sebulan.
Sebulan berlalu, Suwarni melakukan tes dan menyerahkan hasilnya
kepada dokter itu. Sang dokter pun mengakui, hasil tes tersebut
menyatakan penyakit kanker payudaranya sudah negatif. Meski begitu, sang
dokter tetap meminta Suwarni terus memeriksakan diri.
Sesuai dengan arahan dokter, sebulan berikutnya Suwarni yang rutin
menggunakan alat tersebut sekali lagi melakukan tes di laboratorium.
Seperti sebelumnya, dia membawa hasil tes tersebut kepada dokter. “Bulan
berikutnya saya checkup lagi. Pas dokternya lihat hasil lab-nya, dia
lihat lama sekali, kira-kira seperempat jam. Lalu, dia bilang,
alhamdulillah, ini mukjizat buat Ibu, sudah bersih ini,” ujar Suwarni.
Mendengar jawaban sang dokter, Suwarni pun merasa lega bukan main.
Meski begitu, dia tetap rutin melakukan pemeriksaan di laboratorium.
Hingga Desember 2011, Suwarni masih melakukan pemeriksaan. Hasil
pemeriksaan tersebut selalu dikirimkan kepada sang adik.
“Saya kirim ke dia semuanya. Dia terus pantau apa sel kankernya ada
lagi atau ndak dan, alhamdulillah, sampai sekarang ndak ada,” jelasnya.
Selain sel kanker, penyakit-penyakit lainnya ternyata membaik. Suwarni
menyebutkan, dirinya juga memiliki tekanan darah tinggi dan asam urat.
Namun, setelah menggunakan alat tersebut, tekanan darahnya mulai normal.
Kesembuhan Suwarni itu pun mengagetkan Warsito. Karena itu, dia ingin
mendalami lebih jauh alat temuannya tersebut. Bahkan, sang kakak pernah
diundang ke kantornya untuk memberikan testimoni kepada kalangan medis
internasional yang tertarik dengan temuannya itu.
“Saya pernah dipertemukan sama orang India yang tinggal di Malaysia
dan orang Singapura. Mereka tertarik sama alatnya adik saya,” katanya.
Dengan keberhasilan sang adik tersebut, Suwarni berharap agar banyak
perempuan pengidap kanker payudara seperti dirinya bisa disembuhkan.
Memang, selain mengandalkan temuan sang adik, Suwarni menerapkan hidup
yang benar-benar sehat. Dia memperbanyak berolahraga dan mengonsumsi
sayur serta buah-buahan. Hingga kini, Suwarni masih memakai alat
tersebut, namun hanya 12 jam sehari. “Tapi, kadang ya tidak saya pakai,”
imbuh dia. Sementara itu, dr Djoko Dlidir SpBOnk mengaku tidak ingat
pernah menangani pasien bernama Suwarni. Menurut dr Djoko, dirinya
menangani ribuan pasien kanker payudara yang berasal dari berbagai
daerah di Indonesia. “Waduh, saya ndak ingat ya. Kalau ndak lihat rekam
medisnya, saya ndak ingat detailnya,” jelasnya ketika ditemui di Hotel
Lor In, Solo, Sabtu malam (31/12).
Namun, menurut onkolog ternama di Kota Solo itu, dirinya tidak pernah
memvonis negatif hasil tes kanker payudara pasiennya. Sebab, menurut
dia, sel kanker bisa saja tumbuh, bahkan setelah belasan tahun. “Saya
ndak pernah bilang negatif, tetap harus kontrol. Sebab, pasien yang
sudah sebelas tahun bersih bisa tumbuh lagi kok,” imbuh dia. Meski
begitu, dia sangat mengapresiasi upaya yang dilakukan Warsito. Menurut
dia, yang terpenting adalah kesembuhan pasien. “Kami kalangan medis
tidak masalah dengan adanya penemuah-penemuan seperti itu. Itu justru
membantu sekali. Kan yang paling penting adalah pasien itu sembuh,”
katanya.
Baca Juga :
Baca Juga :
0 komentar:
Posting Komentar