Posted by Blogger Name. Category:
Inspirasi kanker payudara
Berikut Kisah Perjuangan Ibu Ika Yang Sembuh total dari kanker payudara
Setelah divonis mengidap kanker payudara, mental Ika Damajanti (32) langsung jatuh. Apalagi mendadak wajah wanita jelita itu menjadi hitam dan rambutnya pun rontok. Berkat dukungan suami tercinta, manajer Public Relation (PR) di sebuah hotel bintang lima di Surabaya ini berhasil melewati masa-masa sulit. Ditemani suami tercinta Iwan Sedijotomo (35), Ika menceritakan pengalamannya
Sama sekali aku tak pernah bermimpi bakal dapat cobaan yang cukup berat. Diam-diam, di payudaraku bersemayam bibit kanker ganas yang kalau tak segera diangkat, nyaris saja merenggut nyawaku. Tak kupungkiri, semua ini bisa dikata karena keteledoranku. Aku sok menggampangkan kesehatan. Nah, lewat pengalamanku, aku meminta kepada siapa pun, jangan sekali-kali mere-mehkan penyakit yang satu ini.
Sejak menikah tahun 2000, aku tak satu rumah dengan suamiku, Mas Iwan. Waktu itu, aku bekerja di salah satu stasiun teve swasta di Jakarta, sedangkan suamiku bekerja sebagai manajer pemasaran di salah satu rumah sakit internasional di Surabaya. Nah, saat itulah terkadang ada rasa nyeri di payudara kananku. Biasanya tak lama kemudian sirna. Aku menduga biasa saja.
Sebenarnya suamiku sudah menyarankan agar aku periksa ke dokter. Namun, aku sepelekan. Aku menganggap bukan penyakit serius. Sampai akhirnya, rasa sakit semakin sering terjadi. Kala itu, aku sudah pindah ke Surabaya untuk mendampingi Mas Iwan. Mertua dan suamiku menyarankan aku periksa ke klinik onkologi, yang khusus menangani kanker.
TARUHAN NYAWA
Beberapa hari kemudian aku datang ke sana. Aku ditangani oleh dokter Ario Djatmiko, salah seorang dokter yang cukup senior. Waktu datang aku masih tenang saja. Aku masih tetap yakin tak mengidap kanker seperti yang kami duga sebelumnya.
KLIK - Detail
Apalagi, saat pemeriksaan dilakukan, aku sempat baca brosur tentang kanker payudara. Di brosur itu disebutkan salah satu ciri kanker payudara. Selain kulit payudara jadi keriput seperti kulit jeruk, dari puting keluar cairan yang mirip nanah. Sementara, payudaraku tak ada tanda-tanda seperti itu.
Usai periksa aku masih tenang. Hasilnya baru ketahuan beberapa hari kemudian untuk menunggu hasil laboratorium. Dua hari kemudian, aku datang lagi untuk mengetahui hasilnya. Karena Mas Iwan sibuk di kantor, aku diantar ibu mertua. Entah kenapa, dokter tak menunjukkan hasilnya. Ia minta suamiku sendiri yang mesti mendampingi aku.
Segera kutelepon Mas Iwan yang masih di kantor agar segera menemani aku. Beberapa saat kemudian, Mas Iwan ke klinik. Hasil laboratorium ditunjukkan kepada kami. Dokter menjelaskan, payudaraku sebelah kanan, terdapat kanker ganas sebesar 2,5 cm. Dengan kondisi itu dokter mengklasifikasikan dalam stadium 2A.
Dokter minta agar segera dilakukan operasi. Kalau tidak, dipastikan kanker tersebut akan merembet ke organ-organ yang lain. Kalau sudah begitu, nyawa taruhannya. Mendengar vonis dokter, rasanya tubuhku tak bertulang. Batinku bergejolak tak karuan. Tanpa terasa air mataku sudah meleleh membasahi pipi.
Aku hanya diberi waktu empat hari untuk berpikir. Dokter menjelaskan, usai operasi bentuk payudara pasti akan berubah, tidak seperti sediakala. Bahkan, bisa jadi untuk menutup lubang bekas kanker, nanti bisa diambilkan dari otot di punggung. Hatiku benar-benar menangis mendengar ucapan dokter.
OPERASI BERJALAN LANCAR
Rasanya aku tak terima tubuhku tak sempurna lagi. Apalagi usia perkawinanku belum genap setahun. Ibaratnya aku belum puas menikmati bulan madu, masak bagian tubuhku yang paling berharga harus diangkat sebagian. Memang operasi itu demi menyelamatkan nyawaku, namun aku belum bisa menerima kenyataan. Bagian itu adalah mahkota bagi wanita.
KLIK - Detail Saat dalam perjalanan di dalam mobil, hatiku seperti dicabik-cabik. Air mata rasanya tak bisa berhenti menetes. Untung Mas Iwan tampak berusaha tenang meski kegelisahan juga terlihat di wajahnya. Yang membuatku heran, suami justu mendukung operasi. Dia sama sekali tak mempersoalkan bagaimana kelak bentuknya. Dia hanya berharap aku tetap selamat.
Sampai di rumah aku terus menangis. Aku tak mengerti kenapa diberi penyakit seperti ini. Sampai-sampai aku merasa ini bukan cobaan, tapi hukuman dari Tuhan. Siang malam aku tak pernah berhenti berdoa. Di saat seperti itu, suamiku kembali menguatkan batinku. Dia memberi dukungan penuh, agar aku tak ragu-ragu lagi untuk dioperasi. Dia mengatakan, nyawaku adalah segala-galanya.
Dukungan Mas Iwan yang begitu kuat, sedikit-demi sedikit menguatkan mentalku. Pada hari ketiga, aku sudah benar-benar mantap memutuskan untuk operasi. Namun, sehari menjelang operasi, aku masih punya tugas berat yaitu memberi tahu orang tua di Jakarta yang akan ke Surabaya. Mereka memang tahu aku mau operasi, tapi mengira hanya operasi ringan. Mereka juga akan menemaniku.
Malam menjelang operasi, bersama Mas Iwan, aku temui orang tua di hotel. Seperti yang kuduga sebelumnya, Papa dan Mama terkejut mendengar pengakuanku. Tapi, mengetahui
aku menyampaikan dengan perasaan tenang dan tak emosi, mereka bisa menerima.
Tepat tanggal 1 November 2000 pagi, aku masuk ruang operasi. Singkat cerita, operasi berjalan lancar. Berkat kemurahan Tuhan, operasi berjalan sekitar 3 jam, lebih cepat dari yang ditentukan semula yakni 4 jam. Aku cuma sehari menginap di sana. Selanjutnya, perawat datang ke rumah untuk membersihkan luka bekas operasi.
Sama sekali aku tak pernah bermimpi bakal dapat cobaan yang cukup berat. Diam-diam, di payudaraku bersemayam bibit kanker ganas yang kalau tak segera diangkat, nyaris saja merenggut nyawaku. Tak kupungkiri, semua ini bisa dikata karena keteledoranku. Aku sok menggampangkan kesehatan. Nah, lewat pengalamanku, aku meminta kepada siapa pun, jangan sekali-kali mere-mehkan penyakit yang satu ini.
Sejak menikah tahun 2000, aku tak satu rumah dengan suamiku, Mas Iwan. Waktu itu, aku bekerja di salah satu stasiun teve swasta di Jakarta, sedangkan suamiku bekerja sebagai manajer pemasaran di salah satu rumah sakit internasional di Surabaya. Nah, saat itulah terkadang ada rasa nyeri di payudara kananku. Biasanya tak lama kemudian sirna. Aku menduga biasa saja.
Sebenarnya suamiku sudah menyarankan agar aku periksa ke dokter. Namun, aku sepelekan. Aku menganggap bukan penyakit serius. Sampai akhirnya, rasa sakit semakin sering terjadi. Kala itu, aku sudah pindah ke Surabaya untuk mendampingi Mas Iwan. Mertua dan suamiku menyarankan aku periksa ke klinik onkologi, yang khusus menangani kanker.
TARUHAN NYAWA
Beberapa hari kemudian aku datang ke sana. Aku ditangani oleh dokter Ario Djatmiko, salah seorang dokter yang cukup senior. Waktu datang aku masih tenang saja. Aku masih tetap yakin tak mengidap kanker seperti yang kami duga sebelumnya.
KLIK - Detail
Apalagi, saat pemeriksaan dilakukan, aku sempat baca brosur tentang kanker payudara. Di brosur itu disebutkan salah satu ciri kanker payudara. Selain kulit payudara jadi keriput seperti kulit jeruk, dari puting keluar cairan yang mirip nanah. Sementara, payudaraku tak ada tanda-tanda seperti itu.
Usai periksa aku masih tenang. Hasilnya baru ketahuan beberapa hari kemudian untuk menunggu hasil laboratorium. Dua hari kemudian, aku datang lagi untuk mengetahui hasilnya. Karena Mas Iwan sibuk di kantor, aku diantar ibu mertua. Entah kenapa, dokter tak menunjukkan hasilnya. Ia minta suamiku sendiri yang mesti mendampingi aku.
Segera kutelepon Mas Iwan yang masih di kantor agar segera menemani aku. Beberapa saat kemudian, Mas Iwan ke klinik. Hasil laboratorium ditunjukkan kepada kami. Dokter menjelaskan, payudaraku sebelah kanan, terdapat kanker ganas sebesar 2,5 cm. Dengan kondisi itu dokter mengklasifikasikan dalam stadium 2A.
Dokter minta agar segera dilakukan operasi. Kalau tidak, dipastikan kanker tersebut akan merembet ke organ-organ yang lain. Kalau sudah begitu, nyawa taruhannya. Mendengar vonis dokter, rasanya tubuhku tak bertulang. Batinku bergejolak tak karuan. Tanpa terasa air mataku sudah meleleh membasahi pipi.
Aku hanya diberi waktu empat hari untuk berpikir. Dokter menjelaskan, usai operasi bentuk payudara pasti akan berubah, tidak seperti sediakala. Bahkan, bisa jadi untuk menutup lubang bekas kanker, nanti bisa diambilkan dari otot di punggung. Hatiku benar-benar menangis mendengar ucapan dokter.
OPERASI BERJALAN LANCAR
Rasanya aku tak terima tubuhku tak sempurna lagi. Apalagi usia perkawinanku belum genap setahun. Ibaratnya aku belum puas menikmati bulan madu, masak bagian tubuhku yang paling berharga harus diangkat sebagian. Memang operasi itu demi menyelamatkan nyawaku, namun aku belum bisa menerima kenyataan. Bagian itu adalah mahkota bagi wanita.
KLIK - Detail Saat dalam perjalanan di dalam mobil, hatiku seperti dicabik-cabik. Air mata rasanya tak bisa berhenti menetes. Untung Mas Iwan tampak berusaha tenang meski kegelisahan juga terlihat di wajahnya. Yang membuatku heran, suami justu mendukung operasi. Dia sama sekali tak mempersoalkan bagaimana kelak bentuknya. Dia hanya berharap aku tetap selamat.
Sampai di rumah aku terus menangis. Aku tak mengerti kenapa diberi penyakit seperti ini. Sampai-sampai aku merasa ini bukan cobaan, tapi hukuman dari Tuhan. Siang malam aku tak pernah berhenti berdoa. Di saat seperti itu, suamiku kembali menguatkan batinku. Dia memberi dukungan penuh, agar aku tak ragu-ragu lagi untuk dioperasi. Dia mengatakan, nyawaku adalah segala-galanya.
Dukungan Mas Iwan yang begitu kuat, sedikit-demi sedikit menguatkan mentalku. Pada hari ketiga, aku sudah benar-benar mantap memutuskan untuk operasi. Namun, sehari menjelang operasi, aku masih punya tugas berat yaitu memberi tahu orang tua di Jakarta yang akan ke Surabaya. Mereka memang tahu aku mau operasi, tapi mengira hanya operasi ringan. Mereka juga akan menemaniku.
Malam menjelang operasi, bersama Mas Iwan, aku temui orang tua di hotel. Seperti yang kuduga sebelumnya, Papa dan Mama terkejut mendengar pengakuanku. Tapi, mengetahui
aku menyampaikan dengan perasaan tenang dan tak emosi, mereka bisa menerima.
Tepat tanggal 1 November 2000 pagi, aku masuk ruang operasi. Singkat cerita, operasi berjalan lancar. Berkat kemurahan Tuhan, operasi berjalan sekitar 3 jam, lebih cepat dari yang ditentukan semula yakni 4 jam. Aku cuma sehari menginap di sana. Selanjutnya, perawat datang ke rumah untuk membersihkan luka bekas operasi.
Jadi tidak usah khawatir karena kanker payudara bisa sembuh total
Lihat Juga
2 komentar:
bisa sembuh ya ...hub saya 085361675232
bisa sembuh ya ...hub saya 085361675232
Posting Komentar